Rabu, 23 Juli 2025 - 15:14:59 WIB
Pekanbaru (Bingkai Riau) - Universitas Terbuka (UT) Pekanbaru mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Peluang dan Tantangan Kampanye Pemilukada di Kampus”, Rabu (23/7/2025) di Hotel Grand Suka, Pekanbaru. Diskusi berlangsung menarik dari para peserta.
Usai diskusi, Manajer Pembelajaran dan Ujian UT Pekanbaru, Ronny Basista, Ph.D menjelaskan bahwa diskusi berawal dari putusan MK nomor 65 dan 69 yang membolehkan kampanye politik di kampus. Namun pada kenyataannya yaitu pada saat Pilkada 2024 lalu, kampanye politik sangat minim.
"Ya, ini kan berawal dari adanya putusan MK nomor 65 dan 69 itu yang membolehkan kampanye politik di kampus. Namun pada kenyataannya pada saat Pilkada kemarin, kita melihat sangat minim sekali kampanye politik disambut oleh pasangan calon gubernur dan wali kota-kabupaten. Jadi ini yang membuat kami tertarik untuk meneliti kenapa kok kampanye di kampus ini belum begitu marak dilakukan oleh partai politik atau pasangan calon Pilkada," jelasnya.
Dikatakan, pihaknya akan meramu semua masukan atau pendapat dari para narasumber, lalu akan dilaporkan hasil penelitiannya, kemudian dibuat rekomendasinya.
"Rekomendasinya mungkin model pelaksanaan kampanye politik di kampus yang ideal seperti apa, termasuk juga mengkritisi item-item regulasi yang membelenggu kampanye tersebut yang bisa lebih menarik partai-partai politik atau caleg-caleg atau calon Pilkada untuk berkampanye di kampus, karena regulasi-regulasi itulah yang membelenggu mereka untuk tidak kesana," urainya.
Saat diskusi yang dipandu Fitri Heriyanti, S.IP., M.Si, berlangsung menarik. Diantara peserta saling berbeda pendapat dan pandangan yang diselingi dengan guyonan. Ada yang berpendapat bahwa dari sisi fungsi edukasi politik atau perlindungan politik yang harusnya dilakukan oleh partai politik, tetapi tidak berfungsi. Idealnya partai politik melakukan edukasi politik tidak hanya di basis pemilihnya tetapi juga di kampus.
"Adanya kampanye di kampus, mereka bisa melakukan dialog dengan insan-insan kampus, bertukar pikiran, apa programnya, dan ada hal-hal yang kritis yang perlu ditanggapi dari program-program tersebut. Sehingga dengan adanya kampanye di kampus, program tersebut lebih berkualitas karena mendapatkan input atau feedback dari orang-orang atau insan-insan akademis yang berkualitas tentu saja. Tapi ini sayang sekali tidak dilakukan oleh pasangan kemarin," lanjutnya.
Berdasarkan hasil diskusi, minimnya kampanye di kampus salah satu disebabkan minimnya waktu sosialisasi dan terlalu ketatnya aturan atau regulasi pelaksanaan kampanye di kampus. Hal ini berbeda dengan di beberapa negara yang demokrasinya lebih baik.
Peserta FGD terdiri dari anggota Bawalsu dan KPU di Provinsi Riau, mantan penyelenggara Pemilu, akademisi, praktisi dan media massa. (rls)