• Follow Us On : 

Pemprov Riau Berkomitmen Cegah Korupsi Melalui Penguatan SPIP dan APIP

Pemprov Riau Berkomitmen Cegah Korupsi Melalui Penguatan SPIP dan APIP Gubri menandatangani MoU Implementasi Simda Perencanaan dan MoU Pembinaan Putra/i Riau berprestasi untuk mengikuti penerimaan calon anggota Polri.
Rabu, 27 September 2017 - 16:05:26 WIB
Pekanbaru (Bingkai Riau|) - Gubernur Riau (Gubri) Arsyadjuliandi Rachman menghadiri rapat koordinasi Peningkatan Maturitas SPIP dan Kapabilitas
APIP, Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa, di Gedung Daerah, Pekanbaru, Rabu (27/10/2017). Pada kesempatan itu Gubri juga melakukan penandatanganan MoU Implementasi Simda Perencanaan MoU Pembinaan Putra/i Riau yang berprestasi untuk mengikuti penerimaan calon anggota Polri.
 
Gubri dalam pidatonya menyampaikan korupsi adalah masalah terbesar bagi semua negara, termasuk Indonesia dan Riau khususnya.
 
Bahkan saat ini tindak pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia telah terjadi di semua lini, baik di sektor pemerintah maupun korporasi/swasta. 
 
Oleh karena itu, pemerintah sudah melakukan berbagai langkah dan strategi untuk mendorong pencegahan korupsi di Indonesia. 
 
"Salah satu upaya pencegahan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara sistematis pada pemerintah dan Pemerintah Daerah, adalah melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)," jelas Gubri. 
 
Menurut Gubri, SPIP merupakan sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah. Sehingga PP 60 Tahun 2008 tersebut mewajibkan menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan bupati/walikota untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya. 
 
Penyelenggaraan SPIP yang efektif dapat memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 
 
"Bapak Presiden RI memberikan perhatian yang besar terhadap penyelenggaran SPIP ini, sehingga menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kualitas Sistem Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan Intern Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat," jelas Gubri. 
 
Salah satunya, kata Gubri, dengan mengintensifkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan kualitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional, serta upaya pencegahan korupsi. 
 
"Perlu dilakukan peningkatan kapabilitas APIP untuk menjamin terlaksananya pengendalian intern yang efektif," ungkap Gubri.
 
 
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penyelenggaraan SPIP, menurut Gubri lagi perlu dilakukan penilaian maturitas (Kematangan) implementasi SPIP. Pengukuran tingkat maturitas SPIP menunjukkan kemampuan penyelenggaraan SPIP dalam peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah. 
 
Penerapan SPIP dan kapabilitas APIP menjadi indikator kinerja yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Target tingkat maturitas SPIP dan kapabilitas APIP pada tahun 2019 berada pada level 3 atau terdefinisi. 
 
"Jadi, hal ini menjadi komitmen kita bersama dalam rangka peningkatan level maturitas SPIP dan Kapabilitas APIP, pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau," katanya.
 
Untuk meningkatkan peran pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengawasan bukan hanya dilakukan di akhir pelaksanaan kegiatan, tapi sudah dilakukan sejak proses perencanaan. 
 
Hal ini sejalan dengan paradigma pengawasan bahwa Inspektorat Daerah selaku APIP tidak lagi mencari-cari kesalahan, tetapi berperan sebagai konsultan, fasilitator, dan early warning system (sistem peringatan dini). Sehingga penyimpangan dan kesalahan dapat segera terdeteksi dan dihindari. 
 
"Apabila terdapat permasalahan, Inspektorat Daerah dapat bersama dengan BPKP mengklarifikasi terlebih dahulu melalui audit, reviu maupun evaluasi. Sehingga dapat diketahui apakah permasalahan tersebut dalam ranah administrasi atau pun pidana," jelas Gubri. 
 
Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, bahwa APIP harus berdasarkan kompetensi yang dimiliki berdasarkan prinsip profesional, independen, objektif, tidak tumpang tindih antar APIP, dan berorientasi pada perbaikan dan peringatan dini (early warning system). 
 
Pencegahan korupsi dan pengawasan perlu dilakukan sejak proses perencanaan. Dari hasil Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan Tim KPK-RI, bahwa integrasi sistem perencanaan dan penganggaran perlu dilakukan melalui teknologi informasi dalam e-planning. 
 
Integrasi kedua sistem ini dapat mencegah terjadinya penyimpangan APBD, seperti usulan kegiatan yang tidak melalui proses perencanaan dan adanya perencanaan yang tidak dilaksanakan. 
 
"Oleh karena itu, saya menyambut baik BPKP yang telah mengeluarkan SIMDA Perencanaan sebagai e-planning, yang dapat digunakan Pemda secara gratis dan dapat diandalkan," ungkap Gubri. 
 
Gubri juga mengapresiasi apa yang telah dilakukan Pemerintah Kota Dumai dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang telah menggunakan sistem e-planning dan SIMDA Keuangan yang dikembangkan oleh BPKP. Semoga Pemerintah lainnya akan mengikuti langkah Pemerintah Kota Dumai dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan. 
 
Sesuai butir ke-3 Nawacita Presiden RI, “Membangun Indonesia dari Pinggiran”, Pemerintah memberikan perhatian kepada Pemerintah Desa melalui pemberian Alokasi Dana Desa (ADD). 
 
Sehingga berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016, setiap desa akan mendapatkan kucuran berlimpah, baik berupa Dana Desa dari APBN/Pusat, Bantuan Keuangan Provinsi, ADD dari Kabupaten, Dana Bagi Hasil Pajak/Retribusi Daerah Kabupaten, PADes, Hibah, dan bantuan CSR dari BUMN/D. 
 
"Alokasi Dana Desa semakin tahun akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 Dana Desa yang disalurkan untuk Provinsi Riau adalah sebesar ± Rp 280 juta per desa. Tahun 2016 meningkat menjadi ± Rp 560 juta per desa, dan pada tahun 2017 menjadi ± Rp 720 juta per desa," katanya. 
 
Dengan jumlah desa sebanyak 1.846 desa di Provinsi Riau, menurut Gbri secara kumulatif keuangan desa menjadi kekuatan yang sangat signifikan dalam membangun Riau dan mensejahterakan masyarakat, yang juga menuntut pengelolaan secara akuntabel dan tertib administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 
 
Untuk itu, aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang disusun bersama antara BPKP dan Kemendagri yang wajib diimplementasikan secara gratis menjadi penting untuk dijalankan dalam membangun pengendalian dan akuntabilitas di desa, yang dengan sendirinya akan mencegah korupsi.
 
"Pemerintah Provinsi Riau sangat mendukung upaya dari BPKP, KPK, Kemendagri, bahkan dari Aparat Penegak Hukum (APH) sekalipun, yang semangatnya lebih mengedepankan pencegahan dari pada penindakan. Demikian pula sebaliknya, kami mohon dukungan dari BPKP, KPK, Kemendagri dan APH untuk mendukung mewujudkan Provinsi Riau yang bebas dari korupsi," ujar Gubri lagi. 
 
Untuk itu, Gubri berkomitmen akan menerapkan SPIP dan meningkatkan kapabilitas APIP agar Riau ke depan akan semakin baik dalam hal berakuntabilitas Keuangan Negara dan Daerah, mencegah korupsi, sekaligus memberikan kenyamanan dan ketenangan bekerja bagi pejabat dan pelaksana di pemerintahan daerah. 
 
"Acara ini dapat menjadi momentum kita bersama dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau," kata Gubri.(Adv/Hms)
 
 
TULIS KOMENTAR
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
BERGABUNG DI SINI
KABAR POPULER