Kamis, 01 Juni 2023 - 10:32:59 WIB
Pekanbaru (Bingkai Riau) - Konflik lahan terjadi di Desa Kapau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, membuat masyarakat sekitar resah. Bagaimana tidak, lahan yang sudah dibeli salah seorang warga, Ayau atau Surianto di Desa Kenegerian Buluh Nipis yang kini sudah dimekarkan menjadi Desa Kapau Jaya tersebut ternyata diklaim kepemilikannya oleh oknum kelompok Datuk Suardi Cs.
Dimana sebagian dari kelompok masyarakat adat yang mengklaim tanah itu miliknya turut menerima ganti rugi atas pembelian lahan tahun 1996 dan 1997 dari Ayau.
Hal itu diungkapkan salah seorang masyarakat setempat Desa Kapau Jaya berinisial A bahwa kelompok Datuk Suardi Cs berniat ingin menguasai lahan milik Ayau.
"Yang jelas mereka mau mengambil alih kebun pak Ayau. Dimana secara hukum tidak ada jalurnya. Jadi berbagai macam cara mereka lakukan untuk bisa mengambil kebun pak Ayau. Bahkan hal-hal diluar aturan UUD sering mereka lakukan," katanya, Kamis (1/6/2023) melalui telepon genggam.
Salah satunya kata A, seperti surat atau notulen dari Kapolres Kampar dan Pj Bupati Kampar kepada kelompok Suardi Cs.
"Padahal isi notulen itu menyebutkan permasalahan masyarakat di Kenegerian Buluh Nipis akan dipelajari oleh tim penyelesaian konflik sosial Pemda Kampar bukan konflik lahan. Isi notulen tersebut dijadikan sepanduk oleh kelompok ini untuk menggiring opini bahwa tanah tersebut milik kelompok Suardi Cs. Setelah itu sepanduk dipasang dalam area lahan milik Ayau atau Surianto," terangnya.
Tidak berlangsung lama, pemasangan spanduk itu diduga sampai ke telinga Kapolres Kampar dan Pj Bupati Kampar dan akhirnya dicabut.
"Logika saja, lahan milik orang tiba-tiba kita memasang spanduk yang berisikan notulen dari Kapolres Kampar dan Pj Bupati Kampar seolah-olah kelompok ini menggiring opini bahwa kedua pejabat ini percaya klaim dari kelompok Suardi Cs. Tidak berselang lama, spanduk itu dicabut lah," sambung A.
"Betul lahan itu dulunya berada di wilayah Kenegerian Bulu Nipis, itu sebelum dimekarkan, setelah desa dimekarkan, secara administrasi masuk ke Desa Kapau Jaya. Disini ada 3 desa, yaitu Bulu Nipis, Kapau Jaya dan Pangkalan Seri. Jadi secara wilayah kerja mungkin lahan itu masuk ke Bulu Nipis tapi bukan secara kepemilikan, ada perbedaan hak milik disitu, tetapi setahu saya secara aturan UUD tidak ada bukti lahan itu punya Bulu Nipis," sambungnya.
Masyarakat itu juga menjelaskan, secara kepemilikan perdataan, bahwa dulu terjadi proses jual beli antara masyarakat Desa Kapau Jaya dengan Pak Ayau.
"Lahan itu memang milik Pak Ayau, karena dulu terjadi proses jual beli, masyarakat yang menjual dan Pak Ayau yang membeli. Secara keperdataan sudah lepas hak masyarakat," tukasnya.
Ia berharap ke depan tidak ada lagi konflik dalam artian kelompok atau oknum tertentu mengklaim yang bukan hak mereka.
"Jangan lagi ada mengklaim yang bukan hak mereka, yang jelas lahan ini memang sudah pernah kita jual belikan. Jangan lagi kita akui itu hak kita sepanjang tidak diatur oleh UUD. Apabila tidak ada konflik pasti ada ketenangan oleh masyarakat, dan untuk instansi terkait Forkopimda Kampar saya harapkan objektif dalam menyelesaikan perkara ini, tolong sampaikan kepada pihak oknum atau kelompok itu agar tidak memprovokasi warga," pungkasnya.
Sementara itu salah satu dari Penasehat Hukum Ayau bernama Alber Simanjuntak mengatakan dari pembelian lahan yang terjadi tahun 1996-1997 justru muncul konflik jauh dari tahun pembelian tersebut.
"Memang betul pernah terjadi gugatan hukum berkenan dengan gugatan legal standing salah satu LSM atau Yayasan Riau Madani Tahun 2013. Putusannya tahun 2014 dan putusan ini perspek karena tidak dihadiri oleh pihak tergugat. Objek gugat kurang lebih kurang 700 san hektare didalam kawasan hutan. Putusan atas legal standing itu memang sudah ingkrah dan pernah diajukan permohonan eksekusi oleh pemohon sebelumnya," kata Albert.
Terang Albert mereka mengetahui hal tersebut dan negara juga menyadari dan negara juga bisa melihat bahwa bukan kliennya ini yang mengalami hal serupa.
"Negara bisa melihat ada hal pemaaf yang sudah berkebun didalam kawasan hutan. Contohnya dengan lahir Udang-Undang Cipta Kerja ini melalui skema PP 24 seluruh warga negara subjek hukum apapun baik itu orang perorangan ataupun korporasi yang sudah terlanjur berkebun dikawasan hutan diberikan kesempatan untuk tahapan Undangan-Undang Cipta Kerja. Ini sudah diajukan dan keluar dalam SK Datin dan SK Kelengkapan Datanya," beber Albert.
Berjalannya waktu, pada tahun 2021 masuk organisasi atau LSM Jaringan Makmur Nusantara mengatakan bahwa lahan yang dimiliki Ayau atau Surianto itu milik wilayat Kenegerian Buluh Nipis.
"Saya dari Kuasa Hukum Pak Ayau tidak pernah melihat legalitas itu yang menyebut bahwa tanah itu tanah wilayat masuk Kenegerian Buluh Nipis. Jika kelompok Suardi Cs ini mengklaim itu milik warga atau wilayat silahkan tempuh jalur hukum. Mari sama-sama figh," tutup Albert Simanjuntak. (fik)