Pekanbaru (Bingkariau.com) - Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan berita tentang kekerasan pada anak di lingkungan keluarga. Berita-berita seperti ini tentu saja mengusik ketenangan kita. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat anak berlindung justru menjadi lingkungan yang terasa menakutkan.
Keluarga secara konseptual dapat dimaknai sebagai kumpulan beberapa orang yang hidup bersama yang berkaitan dengan aturan, emosional, dan individu. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing – masing dari keluarga ( Friedman, 2010). Secara harfiah kata keluarga berasal dari Bahasa Sansekerta kula dan warga “kulawarga” yang berarti “anggota” “kelompok kerabat” (B. Prabudi 2021). Sedangkan secara leksikal, keluarga merupakan hubungan antara dua individu atau lebih karena pertalian darah (Menurut KBBI).
Setiap anggota keluarga pasti mempunyai peran dan fungsinya masing-masing, agar sebuah keluarga berjalan sesuai dengan tujuan yang baik dan jelas. Menurut Families (2010), Fungsi keluarga yaitu bagaimana suatu keluarga beroperasi sebagai unit dan seperti apa setiap anggotanya berinteraksi satu sama lain. Hal ini merujuk pada gaya pengasuhan, konflik keluarga, dan kualitas hubungan keluarga.
Sedangkan menurut Wirdhana (2013), terdapat 8 fungsi keluarga yaitu fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta dan kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialissasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan.
Menurut pandangan Nur Fitriyana, seorang Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Riau, keluarga dapat dikatakan sebagai sumber pertama yang memberikan pengajaran bagi anggota yang ada di dalamnya. Jika sumber ini tedapat keburukan, maka anggotanya pun ikut menjadi buruk dan tidak baik. Sedangkan jika pengajaran di dalamnya terdapat kebaikan dan kasih sayang, maka anggotanya akan menjadi orang-orang yang baik pula. Dari setiap anggota keluarga harus memancarkan kebaikan, perdamaian, saling mengasihi satu sama lain, dan memahami tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Sedangkan Dr. Santoso, seorang Konsultan Psikologi Islam Universitas Muhammadiyah Riau menegaskan, bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga yang mampu memberikan rasa aman, damai dan suasana yang kondusif untuk pertimbuhan dan perkembangan seluruh warganya.
Keluarga ideal yang baik untuk perkembangan anak ialah keluarga yang senantiasa di liputi rasa kasih dan sayang, pengajarkan keagamaan, ketentraman dan kebahagiaan serta memahami tugas dan tanggung jawab serta dapat menjalankan kewajiban tuhan dengan baik (Hj. Hamida Olfah). Jika suatu keluarga itu, terdapat kesalahan dan kekerasan didalamnya, maka akan berakibat fatal pada kesejahteraan anggota yang didalamnya. Seperti yang dijelaskan, kekerasan keluarga sering terjadi akhir-akhir ini, yang paling parahnya adalah pelaku dari kekerasan itu orang tua dari korban tersebut.
Sebagi contoh dari kasus kekerasan keluarga yaitu kasus bocah laki- laki berusia 10 tahun berinisial RFZ, anak dari pasangan DZ (34 tahun ) dan MZ ( 33 tahun
), menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Ia dianiaya oleh ayah kandungnya sendiri DZ. Kekerasan itu dialami korban sewaktu tinggal bersama orang tuannya di Desa Terantang Manuk, Kecamatan Pangklan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau ini (30 september 2020).
Ketika anak mendapatkan perlakuan yang buruk dari orang tua itu akan mempengaruhi
struktur kepribadiannya. Seperti perasaan yang menyakitkan atau menyedihkan secara terus menerus, dapat berakibatkan terganggunya kestabilan esmosi dam perasaan si anak. Jika kondisinya yang semakin parah, maka akan memperburuk pada kepribadaian anak.
Perilakunya menjadi pemurung, peendiam, menyendiri, akan menjadi perilaku yang nyaman pada dirinya. Anak kurang memiliki keterampilan untuk mengatasi dan mengontrol emosinya, maka ia akan menjadi depressif, permisif atau sebaliknya menjadi agresif dan destruktif.
Supaya anak-anak terhindar dari kekerasan di dalam keluarga, maka kita harus memberikan pembelakan untuk menjaga anak-anak dari kasus yang seperti itu. Solusi dalam mengatasi kekerasan fisik pada anak yaitu dengan memebrikan metode SSP, metode SSP merupakan sosialiasi, penerapan, dan penegakan hukum. Kemudian seseorang memperoleh kemampuan sosial untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Sosialisasi ini yang akan digunakan orang tua terhadap hak – hak anak. Metode ini berfungsi mencegah peningkatan jumlah kekerasan fisik pada anak serta meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya hak anak (Wenny Regina Wati 2019). (rls)