Sabtu, 15 Oktober 2022 - 13:45:56 WIB
Pekanbaru (Bingkairiau.com) - Kegiatan 4 Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Binneka Tunggal Ika dan NKRI yang di laksanakan oleh Anggota MPR RI Dapil Riau, Dr. H. Jon Erizal, SE. MBA, 30/09/22.
Sosialisasi ini di hadiri oleh masyarakat Kelurahan Kampung Tengah Sukajadi Pekanbaru. Dalam sambutannya tokoh masyarakat sukajadi, Suparjo menyampaikan terimakasih atas adanya kegiatan 4 pilar ini. Beliau mengharapkan adanya pemahaman yang dalam tentang 4 pilar di masyarakat dan bisa mengamalkannya.
Dalam meterinya Jon menjelaskan tentang adanya tengah ancaman disintegrasi yang dihadapi bangsa Indonesia, diperlukan upaya untuk terus menerus merawat keberagaman itu. Untuk itu, tidak ada salahnya bila kita menengok kehidupan masyarakat di pulau yang dapat merawat dan menjaga keberagaman. Perbedaan ras, suku bangsa, agama, dan budaya tidak menyebabkan Keadaan terpecah belah, ungkapnya.
Jon melanjutkan, harmoni sosial Dengan menggunakan pendekatan historis, untuk menganalisis upaya-upaya merawat kebhinekaan yang dilakukan oleh warga bangsa yang berdomisili di pulau, dengan mengambil contoh kasus di dua kepulauan, yaitu Kepulauan Natuna dan Kepulauan Karimunjawa, tuturnya.
Secara sosiologis dan kultural masyarakat Indonesia memang merupakan masyarakat plural yang memiliki potensi besar bagi munculnya konflik dan perpecahan, jika tidak dilandasi oleh multikulturalisme, jelasnya.
JE mencontohkan, Penduduk Natuna dan Karimunjawa yang memiliki keberagaman dalam etnik, agama, dan budaya ternyata tetap mampu merawat kebhinekaan dan menjaga keindonesiaan, sehingga bisa menjadi contoh bagi warga bangsa lain, terutama yang berada di dekat pusat pemerintahan dengan berbagai fasilitas, tetapi justru kurang mampu merawat dan menjaga kebhinekaan.
Di sisi agama yang ada di dunia ini yang membawa misi kedamaian dan keselarasan hidup antarmanusia dan penghuni alam semesta. Di dalam terminonogi Islam,misi yang mulia itu disebut rahmatan lil ‘alamin, dalam terminologi Kristendisebut dengan persaudaraan universal, dan dalam terminologi Buddha dikenal dengan saraniya dhamma. Namun misi ideal tersebut dalam tataran historisnya terkadang tidak selalu artikulatif, jelasnya.
Jon Melanjutkan, Selain sebagai alat pemersatu, agama juga menjadi sumber konflik, agama secara historis seakan mempunyai dua wajah ganda yang ambivalen. Alur sejarah yang panjang telah memberikan pelajaran kepada kita akan sosok agama yang heterogen dan terkadang kontra produktif dengan misiidealnya.
Pada tataran ini visi agama yang ideal dapat berubah menjadi simbol-simbol agama yangdimaknai secara subjektif dan personal oleh pemeluknya. Agama yang sudah dimaknai sedemikian rupa ini tidak lagi ideal seperti ketika ia masih berada di keharibaan Tuhan, ungkap JE.
Di akhir materinya Jon menyampaikan, “Pluralitas pemeluk agama yang mempunyai latar belakang berbeda-beda menjadikan agama mempunyai bentuk yang heterogen, di sini konsepsi ideal agama berubah menjadi bentuk-bentuk normatif yang bersifat cultural”.
Pluralitas tafsir agama yang ada di tengah-tengah masyarakat bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi akan mampu menjadi alat perekat persatuan dan kesatuan masyarakat melalui pola adaptasinya, sementara di sisi yang lain dapat menjadi sumber konflik dan perpecahan antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya jika adaptasi tidak dapat diwujudkan, tegasnya.