Jakarta (Bingkai Riau) - Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) HM Jusuf Rizal dikabarkan dijadikan tersangka oleh Poldasu terkait kebijakan internal organisasi. Kabar penetapan tersangka ini bergulir melalui media sosial setelah kelompok pelapor menyebarluaskan informasi tersebut.
Seperti diketahui kasus ini bergulir sejak tahun 2016, namun karena dinilai terlapor tidak cukup bukti dalam proses pemeriksaan, HM Jusuf Rizal pernah meminta agar kasus tersebut di-SP3. Namun pada pertengahan tahun 2017 justru Jusuf Rizal dijadikan tersangka.
Ketika diminta komentarnya oleh wartawan, pria berdarah Madura-Batak itu mengatakan penetapan dirinya sebagai tersangka sudah sejak pertengahan tahun 2017. Dia menilai hal itu merupakan risiko sebagai pemimpin LSM LIRA dengan Rekor Muri ketika harus bertindak tegas dalam mengambil keputusan.
"Cuma aneh memang kebijakan internal organisasi, kok bisa diproses hukum. Kasus ini sebenarnya sederhana. Di LSM LIRA Dewan Pendiri itu memiliki kewenangan tertinggi. Saat Dewan Pendiri menerbitkan SK, namun ada kelemahan karena hanya ditandatangani salah satu Dewan Pendiri dari lima Dewan Pendiri. Maka dalam rapat disepakati untuk merevisi SK dengan cara mencabut yang lama dan menerbitkan yang baru,” jelas Jusuf Rizal.
Secara kronologis dipaparkan dia bahwa saat melakukan konsolidasi ke Sumut, Jusuf Rizal selaku Ketua Dewan Pendiri LSM LIRA menyebutkan SK 001 pengangkatan Olies Datau sebagai Presiden LSM LIRA Periode 2015-2020 ada kelemahan. Untuk itu SK tersebut akan dicabut guna direvisi dengan menerbitkan SK Baru yang ditandatangani semua Dewan Pendiri LSM LIRA.
Namun yang terjadi adalah Olis Datau, 31 Maret 2016 melaporkan HM.Jusuf Rizal ke Mabes Polri atas pelanggaran UU ITEE mentransformasikan berita yang dianggapnya merugikan dirinya dengan bukti hasil pemuatan media cetak dan online di Sumut. "Tapi karena tempat kejadian di Sumut, Mabes Polri kemudian melimpahkan berkas pengaduan ke Polda Sumut," katanya.
Dalam proses penyidikan, lanjutnya, setelah penyidik memanggil saksi-saksi termasuk Dewan Pendiri LSM LIRA, menurutnya tidak ditemukan adanya pelanggaran hukum. Proses pencabutan SK untuk diperbaharui sudah sesuai mekanisme organisasi dan kewenangan Dewan Pendiri yang memiliki kewenangan tertinggi dalam organisasi.
"Karena tidak ada yang salah dan penyidik tidak memiliki bukti pelanggaran, maka saya selaku terlapor meminta Poldasu segera menerbitkan SP3 (Surat Pemghentian Penyidikan Perkara). Namun kasusnya digantung oleh Poldasu hingga kemudian setelah tujuh bulan, pertengahan tahun 2017, Poldasu menetapkan saya jadi tersangka," katanya.
Atas penetapan tersebut, Jusuf Rizal mengaku semapat menanyakan dasar penetapan dirinya jadi tersangka. Karena menurutnya ada yang tidak beres dalam proses penetapannya. "Tidak jelas dasarnya tiba-tiba jadi tersangka," katanya.
Untuk itu, selaku aktivis yang kritis, dia meminta dasar penetapan dirinya menjadi tersangka. Sebab ada yang menurutnya janggal dan dipaksakan.
Pertama, lanjut pria yang juga Sekjen DPP MOI (Media Online Indonesia) itu, kebijakan menerbitkan dan mencabut SK itu urusan internal organisasi dan sesuai AD/ART tidak bisa dibawa ke ranah hukum.
Kedua, Pelaporan 31 Maret 2016 adalah tentang SK yang dicabut untuk diperbaharui, tapi lucunya dasar penetapan tersangka adalah ciutan di FB Tanggal 2 April 2016.
"Masalahnya pun berbeda. Yang dijadikan dasar penetapan karena kata makar. Dimana tanggal 1 April 2016 menjawab pertanyaan ciutan di FB yang meenanyakan Apakah Olies Datau masih menjadi Presiden LSM LIRA atau tidak. Kemudian tanggal 2 April 2016 saya memberi jawaban bahwa Olies Datau sudah diberhentikan Dewan Pendiri sebagai Presiden LSM LIRA sejak 1 April 2016 dengan empat alasan," ujarnya.
Menurutnya empat alasan tersebut adalah tidak mau menjalankan amanat Munas, melanggar konstitusi organisasi, memecah belah organisasi (Olies Datau membuat Ormas Perkumpulan Lira baru dengan logo, nama, atribut yg sama) dan Makar terhadap organisasi (Memalsukan tanda tangan Dewan Pendiri untuk membuat organisasi baru Lira seolah-olah itu hasil Munas).
"Kata makar itulah yang dijadikan dasar penetapan tersangka. Masak laporan pelanggaran hukum 31 Maret 2016, tentang pencabutan SK, kenapa penetapan tersangka yang dijadikan bukti adalah bukti ciutan di FB tanggal 2 April 2016," katanya.
Penyidik menurut Jusuf Rizal telah mengakui bahwa kasus pelaporannya sangat sumir. Ada dugaan titipan dan intervensi hukum dari pihak tertentu agar Jusuf Rizal dapat dijadikan tersangka kemudian langsung ditangkap. Atas dasar bukti yang sumir itu kemudian disepakati agar segera diterbitkan SP3.
"Tetapi hidup ini bukan sekedar benar dan salah. Ada ruang abu-abu dimana kepentingan terus berusaha bermain agar saya tetap bisa dipenjara. Penyidik pun tak bisa lagi komunikasi, padahal sudah menjanjikan dalam tiga hari setelah gelar perkara akan diterbitkan SP3. Namun hingga lebih dari dua minggu SP3 tidak kunjung terbit dari Poldasu," katanya.
Proses selanjutnya menurut Jusuf Rizal pihaknya melakukan pra peradilan atas penetapan tersangka oleh Poldasu untuk mencari bukti-bukti lain yang dimiliki pelapor dan untuk memperoleh keadilan. Hasilnya pra peradilan yang diajukannya kandas dan Poldasu menang.
Poldasu katanya mengajukan berkas perkaranya ke Kepengadilan Sumut. Namun berkas perkara dikembalikan ke Poldasu, karena jika yang dijadikan dasar penetapan Jusuf Rizal menjadi tersangka adalah kata "Makar” sesuai tempat kejadian, maka proses hukum lanjutannya ada di Pengadilan Jakarta Timur.
“Saya sudah di BAP lagi oleh penyidik Poldasu untuk menjelaskan, siapa Pendiri LSM LIRA itu dan kewenangannya. Kemudian menjelaskan kata “makar” yang dimaksud itu adalah untuk organisasi, bukan untuk negara. Kata makar sesuai kamus besar bahasa Indonesia juga identik dengan kata culas,” jelas Jusuf Rizal.
Jusuf Rizal juga menyebutkan sudah menerima surat tindak lanjut proses hukumnya dilimpahkan Poldasu ke Polda Metro. Sebagai terlapor yang dijadikan tersangka karena kata makar, ia ingin proses hukumnya segera masuk ke pengadilan agar dalam persidangan diketahui mana yang benar dan salah. Setiap warga negara harus patuh pada hukum.
Ketika disinggung dirinya dijadikan tersangka kemudian diviralkan oleh kelompok Olies Datau selaku pelapor, Jusuf Rizal tidak merasa ada sesuatu yang luar biasa. Memang banyak yang konfirmasi atas penyebaran dirinya jadi tersangka. Namun setelah diberi penjelasan justru banyak sahabatnya yang bersimpati dan menilai pelapor tidak paham konstitusi organisasi.
"Menjadi pemimpin itu memang penuh risiko. Sebagai aktivis, sahu risikonya, termasuk ancaman penjara maupun pembunuhan. Jadi seperti pepatah menyebutkan jika takut ombak jangan membuat rumah ditepi pantai," kata Jusuf Rizal.(rilis)