• Follow Us On : 

Munculnya SUPERMOM di Masa Pandemic Virus Corona-19

Munculnya SUPERMOM di Masa Pandemic Virus Corona-19 Gusna Dewi MPd, Kepala SMPN 31 Pekanbaru
Senin, 11 Januari 2021 - 11:30:24 WIB
Oleh: Gusna Dewi MPd, Kepala SMPN 31 Pekanbaru
 
Pekanbaru (Bingkai Riau) - Sejak Perwako tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ditandatangani, mulai April kemarin pemerintah membatasi aktivitas masyarakat agar mata rantai penyebaran C-19 dapat dikurangi dan diputus, termasuk kegiatan pendidikan. Siswa dan guru dirumahkan, hal ini otomatis menurunkan intensitas pembelajaran dan membawa dampak khususnya bagi pelajar yang ada di kota Pekanbaru. 
 
Kemudian Perubahan SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran TA 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19 adalah tindak lanjut dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan semua warga satuan pendidikan dan penetapan zona oleh satuan tugas percepatan penanganan COVID-19 pada seluruh wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Maka pemerintah kota Pekanbaru mengambil  kebijakan dengan memberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ ) yang mana pembelajaran tetap terjadi tetapi dengan pola daring dan juga luring. 
 
Siswa tetap berada di rumah begitu juga para guru tetapi pembelajaran menggunakan media komunikasi seperti media sosial google classroom, whatsApp, zoom meeting dan lain-lain tetap terlaksanana.
 
“Prioritas utama pemerintah adalah untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi COVID-19,” jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam taklimat media Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19, di Jakarta, Jumat (07/08).
 
Dalam pelaksanaan PJJ ini peranan orangtua sangat dibutuhkan sebagai pembimbing dan fasilitator siswa belajar dirumah. Dibeberapa wawancara mentri “mas Nadim” menegaskan bahwa pencapaian kurikulum bukanlah menjadi target utama tetapi kecakapan hidup dimana siswa dapat menyikapi dengan baik dan memahami bagaimana seharusnya berbuat sehingga penyebaran virus corona ini dapat dihentikan salah satunya dengan pola hidup bersih dan melaksanakan protokol kesehatan. 
 
Seperti menerapkan 5 M; memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, makan makanan sehat dan menghindari kerumunan. Artinya anak diharapkan mampu menyikapi kondisi pandemic dengan pola hidup sehat dan menjalankan protokol kesehatan sehingga bisa menekan penyebaran virus dan tetap beraktivitas belajar dari rumah tanpa target nilai yang tinggi.
 
Tapi apa yang terjadi di lapangan? Banyak orangtua yang tidak mau nilai anaknya rendah dalam arti kata orangtua tetap menginginkan nilai tinggi bagi anak-anaknya sehingga tugas-tugas rumah yang seharusnya dikerjakan oleh anak diambil alih oleh orangtua. Sehingga bermunculan “supermom” yang dengan sangat terpaksa harus bisa dan mampu memahami semua mata pelajaran dengan tujuan tugas –tugas yang seharusnya dikerjakan siswa karena keterbatasannya dikerjakan oleh ibunya atau kakaknya. 
 
Hal ini menjadi semakin rumit dimana hampir semua guru memberikan tugas kepada siswa dan bagi siswa yang pengerjaannya kurang baik mendapat nilai yang rendah sehingga timbul bantuan –bantuan yang tidak resmi dari para orangtua. Sementara orangtua ada yang tidak memiliki pengetahuan akademis tentang mata pelajaran tersebut memaksa anak dan memaksakan diri harus mampu mengerjakan tugas-tugas tadi. 
 
Sehingga muncul fenomena orangtua memukul, memberi hukuman sampai menganiaya anaknya sendiri karena ketidakmampuan anak mengerjakan tugas dan keterbatasan orangtua dalam membimbing siswa dirumah.
Hal ini sangat berdampak buruk dalam  kondisi pandemic yang berkembang pesat yang menyebabkan jatuhnya banyak korban meninggal, pemberitaan di media massa tentang penyebaran virus, banyaknya perusahaan tutup terkena imbas secara ekonomi, tingginya angka pengangguran, naiknya tingkat kejahatan dan munculnya cluster baru ditambah dengan penganiayaan orangtua terhadap anaknya yang tak mampu mencerna dan tak mampu mengerjakan tugas-tugasnya. 
 
Dipihak lain kondisi ini diperburuk oleh tuntutan sebagian guru ( yang salah kaprah dalam pemberian tugas) secara akademis kepada siswa, menyebabkan kegelisahan bagi orangtua sehingga bermunculan “supermom” yang menjadi juru selamat bagi anak dalam mengerjakan tugasnya. Hal ini jauh dari perencanaan Pemerintah, yang menghimbau masyarakat hidup dengan sistem imun yang baik melalui pola hidup sehat, mengikuti protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan dan menghindari kerumunan. Sehingga diharapkan penyebaran virus C 19 ini dapat ditekan dan habis. 
 
Hal ini perlu disikapi oleh pemerintah dengan baik agar supermom yang mendadak muncul ditiap –tiap rumah tidak ada lagi, orangtua yang menganiaya anak dapat diberi edukasi bagaimana menghadapi kondisi anak yang belajar dari rumah tidak mengutamakan target kurikulum tetapi kecakapan hidup bagi siswa bertahan dan beraktivitas positive ditengah-tengah perkembangan virus C 19 dan guru-guru juga harus mengurangi tuntutan dan pemberian tugas yang memberatkan siswa.
 
Pada Bulan Januari 2021 ini, ada wacana Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Dengan adanya wacana tersebut, dapat mengurangi beban orang tua dalam mendidik anak. Banyak orang tua yang mengeluh beratnya beban yang harus dilakukan dalam mendampingi anak belajar secara daring. Para orang tua baru merasakan betapa beratnya menjadi seorang guru.
 
Ini sebenarnya malah bisa menjadi hikmah dan renungan kita bersama bahwa hakikat pendidik yang utama adalah orang tua. Guru menjadi pelanjut dari pendidikan orang tua di rumah. Beberapa permasalahan muncul di dalam keluarga selama ini akibat kebijakan pembelajaran daring yang oleh sebagian pendapat dinilai tidak maksimal dalam mendidik karakter atau sisi afektif siswa. 
 
Siswa cenderung gampang jenuh dan terbebani sehingga pada puncaknya tidak mau mengakses kelas daring bahkan putus sekolah. Yang ditemui di lapangan ada siswa yang karena merasa tidak nyaman dengan pembelajaran daring memilih untuk bekerja. Pendidikan malah tidak diprioritaskan oleh mereka.
 
Hal ini juga didukung dengan tidak maksimalnya peran orang tua dalam membimbing dan memotivasi anaknya untuk belajar karena tututan ekonomi yang semakin tinggi. Apalagi kondisi perekonomian masyarakat semakin lemah akibat dampak pandemi Covid-19 yang belum mereda. Ada siswa yang sudah bekerja jadi kuli bangunan sejak awal pandemi. Ini cukup memprihatinkan.
 
Di sisi lainnya, banyak anggapan selama PJJ guru-guru makan gaji buta alias tidak bekerja. Itu tidak benar, pasalnya guru terlebih wali kelas memiliki tugas yang cukup berat yakni mendorong murid-muridnya untuk mengirim tugas. Terkadang wali kelaslah menjadi perantara kepada guru lainnya dan menerima tugas murid-muridnya melalui aplikasi Whatsapp.
 
Selain itu, selama pandemi Covid-19 ini guru-guru harus siap sedia hingga malam hari. Sebab, tidak sedikit muridnya yang masih mengontaknya pada malam hari karena masih tidak paham dengan tugas-tugas tertentu.
 
Gurunya nonstop malah. Karena dari pagi sampai malam harus on terus. Plus, belum lagi jawaban pertanyaan anak-anak yang belum paham sama tugasnya.
 
Namun, di satu sisi kita terus berpikir untuk tidak memberi tugas yang terlalu berat. Guru-guru di sekolah bertujuan untuk memudahkan siswa dan orang tua siswa. Sebab, sekolah memahami tidak semua siswa dan walinya adalah orang yang mampu. Jadi ya kita buat tugas yang tidak memberatkan siswa dan wali. (ade)
 
Akses www.bingkairiau.com Via Mobile m.bingkairiau.com
TULIS KOMENTAR
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
BERGABUNG DI SINI
KABAR POPULER